Tentara Nasional Indonesia (TNI) lahir dalam kancah perjuangan
bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang
berambisi untuk menjajah Indonesia kembali melalui kekerasan senjata.
TNI merupakan perkembangan organisasi yang berawal dari Badan Keamanan
Rakyat (BKR). Selanjutnya pada tanggal 5 Oktober 1945 menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR), dan untuk memperbaiki susunan yang sesuai dengan
dasar militer international, dirubah menjadi Tentara Republik Indonesia
(TRI).
Dalam perkembangan selanjutnya usaha pemerintah untuk menyempurnakan
tentara kebangsaan terus berjalan, seraya bertempur dan berjuang untuk
tegaknya kedaulatan dan kemerdekaan bangsa. Untuk mempersatukan dua
kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara regular dan badan-badan
perjuangan rakyat, maka pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden mengesyahkan
dengan resmi berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada saat-saat kritis selama Perang Kemerdekaan (1945-1949), TNI
berhasil mewujudkan dirinya sebagai tentara rakyat, tentara revolusi,
dan tentara nasional. Sebagai kekuatan yang baru lahir, disamping TNI
menata dirinya, pada waktu yang bersamaan harus pula menghadapi berbagai
tantangan, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dari dalam negeri,
TNI menghadapi rongrongan-rongrongan baik yang berdimensi politik maupun
dimensi militer. Rongrongan politik bersumber dari golongan komunis
yang ingin menempatkan TNI dibawah pengaruh mereka melalui Pepolit,
Biro Perjuangan, dan TNI-Masyarakat:. Sedangkan tantangan dari dalam
negeri yang berdimensi militer yaitu TNI menghadapi pergolakan
bersenjata di beberapa daerah dan pemberontakan PKI di Madiun serta
Darul Islam (DI) di Jawa Barat yang dapat mengancam integritas nasional.
Tantangan dari luar negeri yaitu TNI dua kali menghadapi Agresi Militer
Belanda yang memiliki organisasi dan persenjataan yang lebih modern.
Sadar akan keterbatasan TNI dalam menghadapi agresi Belanda, maka
bangsa Indonesia melaksanakan Perang Rakyat Semesta dimana segenap
kekuatan TNI dan masyarakat serta sumber daya nasional dikerahkan untuk
menghadapi agresi tersebut. Dengan demikian, integritas dan eksistensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dapat dipertahankan oleh
kekuatan TNI bersama rakyat.
Sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), pada akhir
tahun 1949 dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan
itu, dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan
TNI dan KNIL dengan TNI sebagai intinya. Pada bulan Agustus 1950 RIS
dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk Negara kesatuan. APRIS pun
berganti nama menjadi Angkatan Perang RI (APRI).
Sistem demokrasi parlementer yang dianut pemerintah pada periode
1950-1959, mempengaruhi kehidupan TNI. Campur tangan politisi yang
terlalu jauh dalam masalah intern TNI mendorong terjadinya Peristiwa 17
Oktober 1952 yang mengakibatkan adanya keretakan di lingkungan TNI AD.
Di sisi lain, campur tangan itu mendorong TNI untuk terjun dalam
kegiatan politik dengan mendirikan partai politik yaitu Ikatan Pendukung
Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) yang ikut sebagai kontestan dalam
Pemilihan Umum tahun 1955.
Periode yang juga disebut Periode Demokrasi Liberal ini diwarnai
pula oleh berbagai pemberontakan dalam negeri. Pada tahun 1950 sebagian
bekas anggota KNIL melancarkan pemberontakan di Bandung (pemberontakan
Angkatan Perang Ratu Adil/APRA), di Makassar Pemberontakan Andi Azis,
dan di Maluku pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Sementara
itu, DI TII Jawa Barat melebarkan pengaruhnya ke Kalimantan Selatan,
Sulawesi Selatan dan Aceh. Pada tahun 1958 Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta) melakukan
pemberontakan di sebagian besar Sumatera dan Sulawesi Utara yang
membahayakan integritas nasional. Semua pemberontakan itu dapat ditumpas
oleh TNI bersama kekuatan komponen bangsa lainnya.
Upaya menyatukan organisasi angkatan perang dan Kepolisian Negara
menjadi organisasi Angkatan Bersenjata Republika Indonesia (ABRI) pada
tahun 1962 merupakan bagian yang penting dari sejarah TNI pada dekade
tahun enampuluhan.
Menyatunya kekuatan Angkatan Bersenjata di bawah satu komando,
diharapkan dapat mencapai efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan
perannya, serta tidak mudah terpengaruh oleh kepentingan kelompok
politik tertentu. Namun hal tersebut menghadapi berbagai tantangan,
terutama dari Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai bagian dari
komunisme internasional yang senantiasa gigih berupaya menanamkan
pengaruhnya ke dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia termasuk ke
dalam tubuh ABRI melalui penyusupan dan pembinaan khusus, serta
memanfaatkan pengaruh Presiden/Panglima Tertinggi ABRI untuk kepentingan
politiknya.
Upaya PKI makin gencar dan memuncak melalui kudeta terhadap
pemerintah yang syah oleh G30S/PKI, mengakibatkan bangsa Indonesia saat
itu dalam situasi yang sangat kritis. Dalam kondisi tersebut TNI
berhasil mengatasi situasi kritis menggagalkan kudeta serta menumpas
kekuatan pendukungnya bersama-sama dengan kekuatan-kekuatan masyarakat
bahkan seluruh rakyat Indonesia.
Dalam situasi yang serba chaos itu, ABRI melaksanakan tugasnya
sebagai kekuatan hankam dan sebagai kekuatan sospol. Sebagai alat
kekuatan hankam, ABRI menumpas pemberontak PKI dan sisa-sisanya. Sebagai
kekuatan sospol ABRI mendorong terciptanya tatanan politik baru untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen.
Sementara itu, ABRI tetap melakukan pembenahan diri dengan cara
memantapkan integrasi internal. Langkah pertama adalah mengintegrasikan
doktrin yang akhirnya melahirkan doktrin ABRI Catur Dharma Eka Karma
(Cadek). Doktrin ini berimplikasi kepada reorganisasi ABRI serta
pendidikan dan latihan gabungan antara Angkatan dan Polri. Disisi lain,
ABRI juga melakukan integrasi eksternal dalam bentuk kemanunggalan ABRI
dengan rakyat yang diaplikasikan melalui program ABRI Masuk Desa (AMD).
Peran, Fungsi dan Tugas TNI (dulu ABRI) juga mengalami perubahan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor: 34 tahun 2004. TNI berperan sebagai
alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya
berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. TNI sebagai alat
pertahanan negara, berfungsi sebagai: penangkal terhadap setiap bentuk
ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri
terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa, penindak
terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud di atas, dan
pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan
keamanan.
Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Tugas pokok itu dibagi 2(dua) yaitu: operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.
Operasi militer selain perang meliputi operasi mengatasi gerakan
separatis bersenjata, mengatasi pemberontakan bersenjata, mengatasi aksi
terorisme, mengamankan wilayah perbatasan, mengamankan objek vital
nasional yang bersifat strategis, melaksanakan tugas perdamaian dunia
sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, mengamankan Presiden dan
Wakil Presiden beserta keluarganya, memberdayakan wilayah pertahanan dan
kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan
semesta, membantu tugas pemerintahan di daerah, membantu Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban
masyarakat yang diatur dalam undang-undang, membantu mengamankan tamu
negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang
sedang berada di Indonesia, membantu menanggulangi akibat bencana alam,
pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan, membantu pencarian dan
pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue) serta membantu
pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap
pembajakan, perompakan dan penyelundupan.
Sementara dalam bidang reformasi internal, TNI sampai saat ini masih
terus melaksanakan reformasi internalnya sesuai dengan tuntutan
reformasi nasional. TNI tetap pada komitmennya menjaga agar reformasi
internal dapat mencapai sasaran yang diinginkan dalam mewujudkan
Indonesia baru yang lebih baik dimasa yang akan datang dalam bingkai
tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan, sejak tahun
1998 sebenarnya secara internal TNI telah melakukan berbagai perubahan
yang cukup signifikan, antara lain:
- Pertama, merumuskan paradigma baru peran ABRI Abad XXI.
- Kedua,
merumuskan paradigma baru peran TNI yang lebih menjangkau ke masa depan,
sebagai aktualisasi atas paradigma baru peran ABRI Abad XXI.
- Ketiga, pemisahan Polri dari ABRI yang telah menjadi keputusan Pimpinan ABRI
mulai 1-4-1999 sebagai Transformasi Awal.
- Keempat, penghapusan Kekaryaan
ABRI melalui keputusan pensiun atau alih status. (Kep: 03/)/II/1999).
- Kelima, penghapusan Wansospolpus dan Wansospolda/Wansospolda Tk-I.
- Keenam, penyusutan jumlah anggota F.TNI/Polri di DPR RI dan DPRD I dan
II dalam rangka penghapusan fungsi sosial politik.
- Ketujuh, TNI tidak
lagi terlibat dalam Politik Praktis/day to day Politics.
- Kedelapan,
pemutusan hubungan organisatoris dengan Partai Golkar dan mengambil
jarak yang sama dengan semua parpol yang ada.
- Kesembilan, komitmen dan
konsistensi netralitas TNI dalam Pemilu.
- Kesepuluh, penataan hubungan
TNI dengan KBT (Keluarga Besar TNI).
- Kesebelas, revisi Doktrin TNI
disesuaikan dengan Reformasi dan Peran ABRI Abad XXI.
- Keduabelas,
perubahan Staf Sospol menjadi Staf Komsos.
- Ketigabelas, perubahan Kepala
Staf Sosial Politik (Kassospol) menjadi Kepala Staf Teritorial
(Kaster).
- Keempatbelas, penghapusan Sospoldam, Babinkardam, Sospolrem
dan Sospoldim.
- Kelimabelas, likuidasi Staf Syawan ABRI, Staf Kamtibmas
ABRI dan Babinkar ABRI.
- Keenambelas, penerapan akuntabilitas public
terhadap Yayasan-yayasan milik TNI/Badan Usaha Militer.
- Ketujuhbelas,
likuidasi Organisasi Wakil Panglima TNI.
- Kedelapanbelas, penghapusan
Bakorstanas dan Bakorstanasda.
- Kesembilanbelas, penegasan calon KDH dari
TNI sudah harus pensiun sejak tahap penyaringan;
- Keduapuluh,
penghapusan Posko Kewaspadaan;
- Keduapuluhsatu, pencabutan materi Sospol
ABRI dari kurikulum pendidikan TNI.
- Keduapuluhdua, likuidasi Organisasi
Kaster TNI.
- Keduapuluhtiga, likuidasi Staf Komunikasi Sosial (Skomsos)
TNI sesuai SKEP Panglima TNI No.21/ VI/ 2005.
- Keduapuluh empat,
berlakunya doktrin TNI Tri Dharma Eka Karma (Tridek) menggantikan
Catur Dharma Eka Karma (Cadek) sesuai Keputusan Panglima TNI nomor
Kep/2/I/2007 tanggal 12 Januari 2007.
Sebagai alat pertahanan negara, TNI berkomitmen untuk terus melanjutkan
reformasi internal TNI seiring dengan tuntutan reformasi dan keputusan
politik negara.